JAKARTA, KOMPAS.com - Digulirkannya sistem satuan kredit semester (SKS) tidak akan mengubah kebijakan pemerintah untuk tetap menggelar ujian nasional (UN). UN dinilai tidak ada kaitannya dengan sistem SKS.
Demikian hal itu Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, Suyanto, di Jakarta, Rabu (25/8/2010), terkait rencana pemerintah menggulirkan sistem SKS di sekolah tingkat SMP dan SMA atau sederajat. Disinggung mengenai ada tidaknya Ujian Nasional (UN) saat sekolah telah menerapkan sistem SKS, Suyanto mengatakan hal itu tidak ada hubungannya.
"SKS itu sistem pembelajaran, sedangkan UN sistem evaluasi yang tetap akan digunakan untuk mengukur kemampuan anak didik. Jadi, sama sekali tidak ada hubungannya," ujar Suyanto.
Sementara itu, menurut pemerhati dan peneliti bidang pendidikan Erlin Driana, pemerintah dinilai terlalu cepat untuk memakai sistem ini tanpa memperhatikan realitas yang ada, yaitu kondisi pendidikan di Indonesia yang saat ini begitu timpang, antara Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) atau Sekolah Berstandar Internasional (SBI), sekolah kategori mandiri (SKM), atau sekolah standar nasional (SSN).
"Yang utama itu bukan pada sisi jumlah SKS yang harus dipenuhi agar siswa lebih cepat lulus, tapi pada pilihan-pilihan mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan minat dan kemampuan siswa. Hal ini nantinya lebih diperlukan siswa untuk kesiapan mereka ke perguruan tinggi," ujar Erlin.
"Yang jelas dululah akan seperti apa dan bagaimana sosialisasinya ke semua sekolah untuk siap menerima sistem ini. Terus ujian nasional (UN) yang mereka (BSNP) ciptakan itu mau dikemanakan, apakah itu singkron?" ujar Erlin.
Demikian hal itu Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, Suyanto, di Jakarta, Rabu (25/8/2010), terkait rencana pemerintah menggulirkan sistem SKS di sekolah tingkat SMP dan SMA atau sederajat. Disinggung mengenai ada tidaknya Ujian Nasional (UN) saat sekolah telah menerapkan sistem SKS, Suyanto mengatakan hal itu tidak ada hubungannya.
"SKS itu sistem pembelajaran, sedangkan UN sistem evaluasi yang tetap akan digunakan untuk mengukur kemampuan anak didik. Jadi, sama sekali tidak ada hubungannya," ujar Suyanto.
Sementara itu, menurut pemerhati dan peneliti bidang pendidikan Erlin Driana, pemerintah dinilai terlalu cepat untuk memakai sistem ini tanpa memperhatikan realitas yang ada, yaitu kondisi pendidikan di Indonesia yang saat ini begitu timpang, antara Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) atau Sekolah Berstandar Internasional (SBI), sekolah kategori mandiri (SKM), atau sekolah standar nasional (SSN).
"Yang utama itu bukan pada sisi jumlah SKS yang harus dipenuhi agar siswa lebih cepat lulus, tapi pada pilihan-pilihan mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan minat dan kemampuan siswa. Hal ini nantinya lebih diperlukan siswa untuk kesiapan mereka ke perguruan tinggi," ujar Erlin.
"Yang jelas dululah akan seperti apa dan bagaimana sosialisasinya ke semua sekolah untuk siap menerima sistem ini. Terus ujian nasional (UN) yang mereka (BSNP) ciptakan itu mau dikemanakan, apakah itu singkron?" ujar Erlin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar